“Soal LHP BPK tidak serta merta harus langsung ditindak lanjuti oleh APH, apa lagi jika pekerjaan tersebut juga didampingi oleh Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D)”
KARAWANG, PELAKSANAAN kegiatan proyek senilai Rp 29 miliar, oleh PT. Manggala Jaya Utama (MJU) yang diduga melakukan downgrade penggunaan kualitas beton hingga berpotensi merugikan negara. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) menemukan kerugian negara sebesar Rp 2,1 miliar dalam proyek peningkatan jalan Interchange Karawang Barat Tahap II Tahun 2018.
Jika Nace Permana berpendapat, bahwa penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang segera menindak lanjuti LHP BPK. Berbeda dengan pemerhati politik dan pemerintahan, Andri Kurniawan. Ia berpendapat Soal LHP BPK tidak serta merta harus langsung ditindak lanjuti oleh APH, apa lagi jika pekerjaan tersebut juga didampingi oleh Tim Pengawal, Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D).
“Selain itu, ada juga Intruksi Presiden, dimana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan aparat penegak hukum untuk tidak mudah memproses kebijakan yang diambil oleh pejabat negara dan pejabat daerah supaya program – program pembangunan tidak terhambat,” jelas Andri Kurniawan, Jum’at (30/08) malam
Andri menambahkan, salah satu yang disepakati adalah para penegak hukum tidak boleh langsung menindaklanjuti hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kalau temuan BPK yang 60 hari itu jangan dijadikan perkara hukum dulu.
“Setelah selesai dan tidak ditindaklanjuti oleh para kepala kementerian atau Gubernur, Bupati Wali Kota, baru diambil tindakan hukum,” ujarnya
Sebagai mana ketentuan jelasnya, setiap kali audit harusnya BPK memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah atau pun kementerian dan lembaga untuk melakukan klarifikasi atas setiap temuan, dengan jangka waktu klarisifikasi yakni 60 hari.
“Nah dalam masalah proyek peningkatan jalan Interchange Karawang Barat Tahap II Tahun 2018 ini. BPK harus memberikan kesempatan klarifikasi kepada Pemkab Karawang dan pelaksana,” kata Andri
Menurutnya, setelah ditelusuri, ternyata pihak pelaksana tidak lantas diam atas temuan yang tertuang dalam LHP BPK. Pihak pelaksana melakukan upaya pembanding dari temuan BPK tersebut, dengan menggunakan tim independen dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, yang berdasar pada Surat Permohonan Pengambilan Sampel Beton, dengan Nomor Surat 005/TRM/VII/2019 kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karawang, tanggal 01 Juli 2019.
“Dan surat permohonan dari PT. Manggala Jaya Utama (MJU) mendapat respon dari Kadis PUPR Karawang, dengan jawaban surat Nomor 600/805/Jln, pada tanggal 03 Juli 2019, perihal memperbolehkan pengambilan sampel. Hingga akhirnya PT. MJU mengajukan permohonan kepada ITB, untuk melakukan uji kuat tekan beton sebanyak 14 titik yang berlokasi dijalan Tarumanegara, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang,” tambah Andri
Ada pun dari hasil pengujian tanggal 22 Juli 2019, hasil ITB nyaris berbeda dengan hasil temuan BPK. Dalam catatannya, ITB menjelaskan. Berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 7,6,5,4 dan ACU 318 pasal 5,6,5,4. Beton pada daerah yang diwakili oleh uji beton inti (core drill) dianggap cukup secara struktur jika kuat tekan rata – rata dari tiga beton inti adalah minalam sama dengan 85%, dan tidak ada satu pun beton inti yang kuat tekannya kurang dari 75%.
“Maka atas dasar upaya PT. MJU ini, harusnya BPK mempertimbangkan dan menerima upaya klarifikasi PT. MJU yang menggunakan tim independen dari ITB tersebut,” tegasnya
Lantas jelasnya, Jangan sampai permasalahan ini nantinya berlanjut sampai ke ranah hukum, yakni ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Seperti halnya di Jambi, Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jambi memenangkan gugatan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Unit Pengelola Campuran Aspal (UPCA) Kota Jambi, Ajrisa Windra, atas kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Jambi.
“Putusan tersebut tersebut mengabulkan permohonan gugatan penggugat seluruhnya. Gugatan Windra tersebut diduga terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Jambi. Dalam LHP tersebut, BPK menemukan adanya kerugian negara Rp 5,1 miliar di UPCA,” pungkasnya
Laporan : BangSINFO
Editor : Ryan S Kahman