Scrool Untuk Membaca
banner 325x300
banner 970x250
Priangan Timur

Bawa Sumedang Mendunia, Atep Bratasena Ki Dalang Muda dari Cimalaka Padukan Seni Tradisional dan Modern

30
×

Bawa Sumedang Mendunia, Atep Bratasena Ki Dalang Muda dari Cimalaka Padukan Seni Tradisional dan Modern

Sebarkan artikel ini
ATEP BRATASENA (30), dalang muda dari Lingkung Seni Cipta Pujangga asal Dusun Kojengkang, Desa Licin, Kecamatan Cimalaka@2025SINFONEWS.com
ATEP BRATASENA (30), dalang muda dari Lingkung Seni Cipta Pujangga asal Dusun Kojengkang, Desa Licin, Kecamatan Cimalaka@2025SINFONEWS.com
banner 300x250

“Memiliki ciri khas dalam setiap pementasannya. Selain menggunakan teknik mendalang tradisional, ia juga menambahkan unsur modern seperti efek suara dan visual, termasuk penggunaan ledakan kecil di atas panggung”

SUMEDANG | ATEP BRATASENA (30), dalang muda dari Lingkung Seni Cipta Pujangga asal Dusun Kojengkang, Desa Licin, Kecamatan Cimalaka, berhasil menarik perhatian masyarakat lokal hingga mancanegara melalui keahliannya dalam mendalang dan membuat wayang golek.

Selama lebih dari 15 tahun, Atep mendedikasikan hidupnya untuk melestarikan seni tradisi ini dengan inovasi yang memadukan unsur modern.

Ketertarikan Atep terhadap seni wayang golek bermula dari kecintaannya pada cerita-cerita tradisional yang sarat makna.

“Awalnya saya hanya menonton, tetapi semakin lama rasa ingin tahu saya semakin mendalam. Akhirnya, saya belajar langsung dari beberapa dalang senior, termasuk almarhum Dalang Eka Supriadi dari Karawang, yang sangat menginspirasi saya dalam penyampaian cerita dan penggunaan bahasa yang sederhana tetapi bermakna mendalam,” ujar Atep kepada awak media SINFONEWS.com, Senin 27 Januari 2025.

Berita Lainnya :  Pemdes Cikeusi Darmaraja Bagikan 240 Sertipikat Tanah dari Program PTSL

Atep mengaku memiliki ciri khas dalam setiap pementasannya. Selain menggunakan teknik mendalang tradisional, ia juga menambahkan unsur modern seperti efek suara dan visual, termasuk penggunaan ledakan kecil di atas panggung.

“Saya mencoba memadukan tradisi buhun dengan budaya modern agar lebih menarik bagi generasi muda. Misalnya, ada adegan-adegan yang lebih dramatis dan teknik pementasan yang lebih hidup,” jelasnya.

Selain mendalang, Atep juga membuat wayang golek secara mandiri. Dengan bahan utama kayu albasia, ia memulai proses dari bahan mentah hingga finishing, menghasilkan wayang berkualitas tinggi yang dijual mulai dari Rp300.000 hingga Rp5.000.000 per buah.

“Wayang buatan saya sudah sampai ke luar negeri, seperti Belgia dan Belanda. Pesanan dari luar negeri biasanya rutin tiap bulan,” ungkapnya dengan bangga.

Atep mengakui bahwa salah satu tantangan terbesar dalam melestarikan seni wayang adalah persaingan dengan produk murah yang kurang berkualitas.

Berita Lainnya :  Warga Citaman Digusur Paksa, Ketua Peradi Karawang Kritik Pedas Ketidakhadiran Pemerintah Daerah dan Wakil Rakyat

“Harga murah kadang lebih menarik bagi pembeli, tetapi saya tetap fokus pada kualitas,” katanya. Selain itu, Atep aktif mengadakan workshop untuk generasi muda.

“Acara terakhir kami adakan di Cibeureum. Saya ingin anak-anak muda mencintai seni ini, karena kalau bukan kita yang melestarikan, siapa lagi?” tambahnya.

Memanfaatkan media sosial seperti TikTok dan Facebook, Atep mempromosikan karya-karyanya agar menjangkau lebih banyak orang.

“Dengan media sosial, wayang golek bisa dikenal lebih luas, bahkan oleh generasi yang belum familiar dengan tradisi ini,” jelasnya.

Atep berharap seni wayang golek tetap hidup di tengah arus modernisasi.

“Wayang adalah warisan leluhur yang tidak boleh hilang. Saya ingin generasi muda tetap mencintai dan melestarikan seni ini,” tutupnya. ***

banner 1000x300
banner 1000x300