Karena jika dibiarkan dengan trend positif naik akan timbul semakin banyak spekulasi bisnis beras yang menunggu harga lebih mahal lagi untuk melepas berasnya di pasar.
“Ironi daerah lumbung padi harga Beras Mahal, Mahal berarti Beras Langka, begitu Hukumnya pasar, Artinya Bulog Karang Gagal mengelola Kebutuhan Pangan di Karawang,” ujarnya
Jika durasi kenaikan tren ini relatif lama, maka akan berdampak pada peningkatan harga pangan lainnya dan mendorong inflasi lebih besar bersumber dari kenaikan harga bahan pangan.
Lukman N Iraz mengatakan, multiplier effect kenaikan harga pangan yang kemudian berpengaruh signifikan ke inflasi ini yang harus dicegah sejak dini karena akan menimbulkan kegaduhan ekonomi dan lebih buruk lagi ke arah kegaduhan kondisi sosial di masyarakat.
“Apalagi, sebentar lagi bangsa Indonesia akan melakukan pesta demokrasi dengan penyelenggaraan Pemilu beberapa bulan ke depan. Maka suasana yang kondusif dengan ketersediaan pangan yang mantap perlu dijaga sehingga transisi kepemimpinan dapat berjalan dengan lebih kondusif dan jauh dari isu-isu ketidakcukupan kebutuhan dasar,” saran Sujarwo.
Hal ini artinya, pemerintah harus campur tangan ke pasar pangan, khususnya beras, untuk melakukan pemantauan dan operasi pasar jika diperlukan.
Ini dilakukan untuk menjaga floating harga pada batas yang masih dapat ditoleransi konsumen. Di sisi lain, pemerintah juga harus mempersiapkan stock cadangan pangannya untuk sewaktu-waktu digunakan.
“Bulog Karawang akan diuji perannya dalam situasi-situasi kritis seperti ini. Jika pemerintah pusat dan daerah berhasil melakukan implementasi design pencadangan pangan yang efektif, yaitu memiliki data gap-permintaan dan data yang reliable tentang ketersediaan cadangan pangan pemerintah, maka kenaikan harga ini akan dapat diantisipasi dan akses pangan di masyarakat dapat dikelola dengan baik,” pungkasnya. ***