“Pada akhirnya publik menuduh 86. Padahal pelapor tidak pernah mencabut laporan. Kita tidak pernah 86, yang ada 87, lanjutkan perkara ini,” tandas Askun
KARAWANG | SENTRA Gakkumdu Karawang – Jawa Barat merilis kepada media, terkait penanganan beberapa tindak pidana Pilkada. Termasuk salah satunya laporan tindak pidana Pilkada kampanye di dalam Masjid di Kecamatan Ciampel yang sudah ditetapkan 2 tersangka, yaitu Hj. C dan RDF.
Melalui rilisnya, Gakkumdu yang diwakili Bawaslu Karawang menyatakan jika tersangka tidak diketahui keberadaannya (kabur). Dan karena batas waktu penanganan perkara dugaan kampanye di dalam masjid ini sudah habis (14 hari), maka penanganan laporan dihentikan.
Asep Agustian SH. MH, Direktur Advokasi Paslon Acep-Gina yang menjadi pelapor dalam perkara ini menyampaikan, bahwa alasan yang disampaikan Gakkumdu yang dalam hal ini Bawaslu terkesan dibuat-buat. Publik tentu tidak akan percaya begitu saja dengan pernyataan rilis yang disampaikan Bawaslu.
Jika kondisinya seperti ini, sambung Askun, maka bola panas penanganan perkara ini ada di Kepolisian dan Kejaksaan sebagai unsur Sentra Gakkumdu.
“Tersangka dinyatakan hilang/kabur, siapa aktor intelektual yang mengatur ini, sehingga batasan waktu penanganan oleh Gakkumdu habis. Kalau tidak ada aktor intelektual yang mengarahkan, tidak mungkin tersangka kabur, supaya perkaranya tidak sampai naik di persidangan,” tutur Askun, Kamis 12 Desember 2024.
Disindir Askun, semua orang di Bawaslu merupakan orang pintar yang dalam hal aturan main tindak pidana Pilkada (kampanye di dalam masjid). Tetapi Askun meminta Bawaslu jangan jadi ‘orang pemintar’.
“Akhirnya menyalahkan pihak Kejaksaan dan Kepolisian, perkara ini menjadi liar. Kalau perkaranya mau dicabut, kan saya sebagai pelapor juga belum mencabut laporannya,” katanya.
Menurut Askun, kalimat yang disampaikan Bawaslu dalam rilisnya ke media terkesan enteng tanpa beban (perkara dihentikan karena batas waktu penanganan perkara sudah habis).
“Saya menduga ada aktor intelektual yang membayar, dan kepada siapa dia membayar. Jika sampai aktor intelektualnya terendus, maka akan saya ramaikan. Apalagi jika ia seorang pejabat publik,” tegasnya.
“Karena dia menghalalkan segala cara untuk menyelamatkan orang (tersangka). Bukan begitu caranya,” timpalnya.
Ditegaskan Askun, Sentra Gakkumdu harus bertanggungjawab kepada publik, karena persoalan ini tidak sampai menjadi produk hukum. Ditegaskannya kembali, pelapor tidak pernah mencabut laporan, dan upaya Restoratif Justice (RJ) juga tidak pernah dilakukan.
“Pilkada berikutnya orang jangan takut lagi kampanye di masjid, gereja atau tempat ibadah lainnya. Karena hukum di Karawang ini sudah mati. Meskipun ini akan menjadi presenden buruk bagi penegakan hukum di Karawang,” kata Askun.
Atas perkara tindak pidana Pilkada yang dihentikan penanganannya ini, Askun mengaku sempat mendapat tuduhan dari beberapa pihak mengambil jalan damai dengan para tersangka.
“Pada akhirnya publik menuduh 86. Padahal pelapor tidak pernah mencabut laporan. Kita tidak pernah 86, yang ada 87, lanjutkan perkara ini,” tandas Askun.
Sebelumnya, Komisioner Bawaslu Karawang, Ahmad Syafei merilis, jika tersangka atas nama Hj. C dan RDF hingga kini belum ditemukan keberadaannya. Sehingga laporan dugaan pelanggaran kampanye tersebut belum dapat diteruskan ke pengadilan.
“Sampai batas waktu yang ditentukan untuk melakukan penuntutan, tersangka atas nama Hj. C dan RDF belum ditemukan keberadaannya. Maka, perkara nomor ; 010/Reg/LP/PB/KAB/13.19/X/2024 ini, belum dapat diteruskan ke pengadilan untuk di sidangkan,” katanya, dikutif dari KBE.***