JAKARTA – SINFONEWS.COM
Mencapai cita-cita bukanlah dominasi mereka yang berasal dari keluarga mapan. Jendral Purnawirawan TNI Eddy Nalapraya yang terkenal sebagai tokoh pencak silat membuktikan kebenaran asumsi itu melalui otobiografinya, Jendral tanpa Angkatan.
Eddy mengisahkan dalam bukunya Jendral Tanpa Angkatan bahwa ia berasal dari keluarga Betawi kebanyakan di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Namun, hal itu tak membuat Eddy harus menutup cita-citanya.
Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Dengan pesan sederhana itu, Eddy merintis karir di Angkatan Bersenjata, tanpa melalui Akademi Militer. Pada akhirnya, terbukti, ia mampu mencapai cita-citanya, menjadi perwira tinggi.
Konsistensi. Mungkin itu kata yang tepat buat menggambarkan sosok Eddie Marzuki Nalapraya. Kesetiaannya pada profesi dan hobby dibuktikannya meski usia sudah tak lagi muda.
Dalam buku Jendral Tanpa Angkatan itu, Eddy berkisah tentang masa kecil, rintisan karier, hingga upayanya memopulerkan olahraga pencak silat ke seluruh dunia. Dan, hingga cabang olahraga itu dipertandingkan di pesta olahraga se-Asia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu tercatat kurun hingga 22 tahun sebagai ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Hal itu juga menjadi suatu pembuktian, pengabdian tak mengenal usia. Eddie Nalapraya memang sangat sulit dipisahkan dari dunia silat. Bahkan pengakuan atas dedikasinya terhadap Pencak Silat masih terus saja mengalir, meski ia sudah tak lagi menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Namanya masih kerap jadi buah bibir masyarakat khususnya para pesilat nasional dan dunia.
Fakultas Olahraga Unersitas Negeri Jakarta (UNJ) menganugerahkan Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta (1984-1988) ini, gelar Doctor Honoris Causa (DR HC) bidang olahraga. Kiprahnya yang luar biasa dalam memajukan olahraga pencak silat di nusantara sampai dikenal dunia menjadi salah satu alasan gelar tersebut diberikan kepadanya.
Dekan Fakultas Olahraga UNJ Abdul Sukur mengatakan, proses penganugerahan gelar DR HC kepada Eddie dimulai sejak rahun 2016 lalu. Pengajuan nama Eddie sendiri didasarkan oleh sejumlah prestasi Eddie di dunia Pencak Silat. Ia menuturkan, dalam rapat senat, nama Eddie masuk daftar 10 nama calon penerima gelar DR HC.
“Kemudian Rapat senat yang dihadiri 65 anggota senat dan 40 guru besar, semuanya setuju UNJ menganugerahkan DR HC ke Pak Eddie. Kami melihat jasa- jasa beliau yang luar biasa. menasionalkan dan menduniakan Pencak Silat, antara lain membuat Pencak Silat bisa dipertandingkan di Sea Games 1987,” kata Abdul Sukur di acara Tasyakuran atas penganugerahan gelar DR HC kepada Mayor Jenderal (Pur) Eddie Marzuki Nalapraya di Padepokan Pencak Silat Indonesia, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta
Penghormatan sejumlah kalangan terhadap Eddie memang begitu terlihat dalam acara tersebut. Bagaimana aura ‘kebintangan’ Eddie masih memukau banyak orang di usianya yang 86 tahun ini.
“Saya rela harta saya habis demi mengembangkan olah raga pencak silat di dalam dan luar negeri, agar pencak silat itu dikenal oleh masyarakat di dunia ini,” kata Nalapraya.
Kecintaanya terhadap pencak silat telah dipupuk sejak tahun 1978, dimana saat itu Nalapraya dipercaya menjadi Ketua Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI).
Sejak saat itulah ia mulai mempromosikan olahraga pencak silat ke daerah-daerah di Indonesia dan ke luar negeri, dengan memprakarsasi terbentuknya Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa (Persilat) tahun 1980. Bagi Nalapraya Persilat merupakan wadah untuk mengaktualisasikan diri bagi pesilat-pesilat di tingkat Internasional.
Karena keseriusannya mengembangkan pencak silat tahun 1980 Nalapraya terpilih sebagai Presiden Persilat hingga saat ini.
“Dan tahun 1981-2003 saya dipercaya menjadi Ketua Umum PB IPSI,” ujarnya.
Menurut mantan anggota dewan pertimbangan agung (DPA) periode 1998-2003, saat ini pencak silat telah mampu menembus ruang dan waktu.
“Ini berarti pencak silat yang tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia sejak berabad-abad lamanya kini telah berkembang di manca negara,” katanya.
Terbukti, lanjut Nalapraya, berbagai perguruan pencak silat yang berasal dari bumi Indonesia itu telah banyak membuka cabang-cabang di luar negeri. Negara anggota perguruan pencak silat itu mencapai 32 negara. Seiring dengan berkembangnya waktu jumlah tersebut terus bertambah, sebanyak 16 negara kembali bergabung dalam Midle East juga masuk sebagai anggota muda persilat.
Sejak tahun 2003 keberadaan pencak silat sudah diakui oleh Olympic Committee of Asian (OCA) Komite Olimpiade Asia dan sudah dimasukkan dalam Konstitusi. Sebagai tindak lanjut pengakuan tersebut, pencak silat telah resmi dipertandingkan pada Asia Beach Games 2008 di Bali. Juga di Asia Martial Art Games 2009 Agustus di Thailand serta Asian Indoor Games di Hanoi bulan November 2009.
“Melihat situasi dan kondisi politik saat ini, kami mengingatkan para fungsional PB IPSI sekarang agar tidak melupakan cita-cita para pendiri IPSI,” katanya.
Yaitu mempersatukan dan membina seluruh perguruan, melestarikannya dan mengembangkan pencak silat beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Selain itu, menjadikan pencak silat sebagai sarana pembangunan bangsa dan watak (Nation and Character building) yang tidak terlibat politik praktis.
“Sejak membina dan mempromosikan pencak silat ke negara-negara Asia dan Eropa, saya tidak pernah mendapatkan dana dari APBN, semuanya itu saya biayai sendiri hingga harta saya habis,” pungkasnya. *Nien/RyaSKa