KARAWANG – SinfoNews.com
Dinilai Cacat hukum, mengingat dokumen UKL-UPL yang menjadi dasar permohonan dibuat tahun 2006, dan eksisting tidak sesuai dengan kondisi riil saat ini
PT.Atlisindo Utama sang eksploitir batu andesit yang beroperasi di Desa Cintalaggeng Tegalwaru, masih terus melakukan kegiatan penambangan, sehingga mengakibatkan kerusakan demi kerusakan seperti kehilangan sumber mata air, berubah fungsinya ratusan hektar sawah menjadi tegalan ( tanah non produktif ) karena kehilangan akses air dan tertimbun bebatuan (flying rock), jalan desa, rumah – rumah warga, sementara longsor tidak pernah terjadi sebelumnya yang menyebabkan epidemi ketakutan pada sebagian besar warga yang berada disekitar areal pertambangan justru diingkari oleh pihak perusahaan dan pemkab karawang sama sekali tak punya kemauan untuk menyudahinya. Sementara perhutanan sendiri yang paling berdosa dalam pengrusakan tersebut, seakan enggan mengakui dan mempertanggung jawabkannya.
Ternyata tidak menjadikan pelajaran bagi pemerintah Kabupaten Karawang sejak Bupati Dadang S Mukhtar sampai Bupati sekarang, untuk sesegera mungkin mengakhiri perizinan setiap perusahaan yang jelas – jelas merugikan masyarakat dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang teramat dahsyat.
Sementara serapan tenaga kerja di PT. Atlasindo hampir mencapai 3.000 orang dan berstatus kuli harian lepas yang tak memilki kejelasan hak ketenagakerjaannya disamping upah kecil dan cara kerja yang sangat tidak manusiawi.
Lalu kemudian bagaimana dengan tindakan nyata yang mesti kita selenggarakan. Adalah, kaum pekerja /buruh bersama kaum tani sebagai kekuatan social juga tenaga produktif menyadari sepenuhnya bahwa system yang jahat yang harus dilawan, dihentikan dan diganti.
Yudi salah seorang penggiat alam mengatakan Kerugian yang hari ini jelas nyata adalah bahaya ketika masyarakat semakin tidak percaya terhadap pemerintah. Pasalnya pemerintah dianggap tidak becus menjaga alam. Selain itu jelasnya, bukan seberapa besar keuntungan yang diambil pemda atau masayarakat sekitar dari hasil pertambangan mereka. Ini hanya kebutuhan batu untuk bahan dan ini bisa dikondisikan bahannya dari tempat lain tanpa merusak gunung.
“Saya hanya berharap Cuma satu, hentikan penghancuran gunung, biarkan dialam hijau kembali yang seharusnya direboisasi oelh penambang yang sudah 15 tahun dan habis masa ijinnya,” ungkap Yudi.
Sementara itu menurut El Bilven, pemerhati alam dan lingkungan mengatakan bahwa PT. Atlasindo sesuai dengan dokumen UKL – UPL yang menjadi dasar permohonan dibuat tahun 2006 dan eksisiting tidak sesuai dengan kondisi riil saat ini yang mencapai 20 Hektare, mengingat hal tersebut diindakasikan cacat hukum. Sehingga saya berharap kepada pemerintah untuk segera menutupnya.
“Jangan sampai ada Atlasindo-atlasindo yang lain. Mari bergandeng tangan menjaga alam Karawang karena alam tidak bisa direkondisi,” ungkap El Bilven.
Hal yang sama di katakan Ketua Umum LSM Teksas Kab. Karawang, Ferry Alexi Dharmawan, seharusnya bangun industrialiasasi Pertanian dan industry manufaktur yang sehat untuk kemandirian ekonomi bangsa dan keberlangsungan lingkungan hidup. Bukan gunung sebagai kekayaan alam dirubah fungsinya dengan digunduli dan dihabisi. Cabut dan batalkan perizinan kuasa pertambangan, bekukan kegiatan usahanya diderita masyarakat serta untuk pembiayaan pemulihan ( konservasi ) alam.
“Atlasindo Harus di tutup karena mengancam keselamatan warga Karawang Selatan,” tegasya. #BangSinfo