“Untuk menjadi notaris itu biayanya mahal dan melalui proses panjang. Bahkan, biaya saat jenjang pendidikan sampai seseorang disumpah menjadi notaris bisa mencapai ratusan juta. Untuk itu, kami mohon hakim Kontitusi bisa mempertimbangkan uji materi kami,” ungkap Saiful Anam.
SINFONEWS.com, JAKARTA | KUASA hukum pemohon uji materi Undang-undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN)) Dr Saiful Anam menilai, Permohonan Uji Materi terhadap pasal Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UUJN tersebut bukan untuk kepentingan kelompok tertentu.
Hal itu dikatakan Saiful Anam menampik adanya tudingan jika gugatan UUJN di Mahkamah Konsitusi (MK) untuk kepentingan golongan tertentu.
“Perjuangan usia notaris yang diajukan oleh 24 orang di MK, merupakan atas inisiator subyektif notaris bukan untuk kepentingan seseorang ataupun kelompok tertentu. Salah besar jika perjuangan klien kami ini dianggap untuk kepentingan kelompok tertentu,” kata Saiful Anam kepada wartawan, Sabtu 7 September 2024.
Doktor Hukum Universitas Indonesia ini menegaskan, jika nantinya gugatan UUJN itu dikabulkan oleh Hakim Konstitusi maka hasilnya bisa dinikmati oleh notaris di seluruh Indonesia.
“Kita berpikirnya simple saja. Manfaat dari hasil putusan MK jika gugatan kami dikabulkan akan memberi kemanfaatan bagi semua notaris Indonesia. Kami tegaskan, jika gugatan kami dikabulkan batas usia notaris hingga 70 tahun atau lebih hasilnya dapat dinikmati oleh notaris dari Aceh hingga Papua,” urainya.
Untuk itu, dirinya menghimbau pihak-pihak agar tidak salah anggapan jika uji materi jabatan notaris untuk kepentingan tertentu.
“Tidak ada agenda terselubung dibalik uji materi jabatan notaris ini,” tegasnya.
Dirinya juga menegaskan bahwa para pemohon tidak dan bukan merupakan afiliasi dari golongan atau kelompok tertentu. Sehingga tidak ada niatan apalagi keinginan untuk menggolkan salah satu pihak yang dianggap berkepentingan, selain demi untuk kepentingan notaris seluruh Indonesia.
Menurutnya, tidak ada afiliasi untuk menggolkan kepentingan kelompok atau golongan tertentu, semuanya didorong oleh adanya keinginan luhur para pemohon untuk mengangkat harkat dan derajat serta wibawa notaris seluruh Indonesia, tidak ada yang lain
Pria yang juga dosen diberbagai fakultas Hukum di Jakarta ini juga menambahkan, seseorang yang ingin menjadi notaris bukan hal yang mudah. Bahkan, ia harus merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah.
“Untuk menjadi notaris itu biayanya mahal dan melalui proses panjang. Bahkan, biaya saat jenjang pendidikan sampai seseorang disumpah menjadi notaris bisa mencapai ratusan juta. Untuk itu, kami mohon hakim Kontitusi bisa mempertimbangkan uji materi kami,” ungkap Saiful Anam.
Selama ini, lanjut Saiful Anam, notaris tidak pernah menggunakan APBN saat bekerja. Bahkan, sampai diusia 65 tahun misalnya, seorang notaris masih memberikan pemasukan untuk kas negara.
“Jadi wajar kalau kami mengajukan uji materi tentang jabatan notaris hingga 70 tahun atau lebih jika kesehatannya masih memenuhi. Karena di usia itu notaris masih bisa berkarya dan memberikan pemasukan ke negara,” ucap Saiful Anam.
Ia menambahkan, saat ini negara sedang gencar untuk menekan angka lansia yang tidak produktif karena akan menjadi beban negara.
“Untuk itu perpanjangan usia profesi notaris justru menguntungkan negara. Karena notaris di usia senjanya masih dapat berkarya tidak hanya berguna bagi keluarganya, namun juga dapat berguna bagi bangsa dan negara,” pungkas Saiful Anam.
Ahli Sebut Notaris Tak Membebani Keuangan Negara
Sebelumnya, dalam sidang uji materi Undang-undang Jabatan Notaris di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis 22 Agustus 2024 lalu, ahli yang dihadirkan oleh pemohon yakni Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Prof. Suparji Ahmad mengungkapkan, perpanjangan masa jabatan Notaris merupakan isu konstitusional dan bukan merupakan open legal policy.
Hal ini karena ada pembatasan usia notaris merupakan ketidakadilan yang intolerable, apabila dibandingkan dengan profesi lainnya yang tidak ada pembatasan.
Suparji Ahmad menjelaskan, terdapat pembedaan-pembedaan dengan profesi notaris serta melanggar moralitas karena profesi notaris merupakan profesi yang tidak membebankan negara.
“Untuk itu, negara wajib untuk menempatkan posisi notaris pada posisi yang sebenarnya sebagai profesi yang tidak membebani keuangan negara, justru sebagai garda terdepan dalam menambah pemasukan negara,” ungkap Suparji.
Menurutnya, masa pensiun notaris merupakan isu konstitusionalitas norma terhadap UUD 1945. Karena konstitusi telah memberikan jaminan perlindungan bagi Warga Negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak, mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhannya, memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan, mendapatkan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum serta terbebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tanpa terkecuali dengan alasan apa pun, termasuk bagi mereka yang memiliki jabatan sebagai notaris.
Masih menurut Suparji, salah satu kriteria yang tidak terpenuhi sebagai open legal policy yang inkonstitusional berhubungan dengan ketidakadilan norma pasal yang diuji karena tidak dapat ditolelir.
Ketidakjelasan tersebut, lanjut Suparji, dapat terlihat dalam pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UUJN, yang mengatur notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya apabila telah berumur 65 tahun (enam puluh lima).
“Selain itu, melalui jabatan notaris dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun (enam puluh tujuh) dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan menjadi inkonstitusional karena tidak memberikan jaminan perlindungan bagi notaris sebagai warga negara yang mempunyai profesi sebagai notaris mengakibatkan pemohon yang usianya 67 tahun (enam puluh tujuh) dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan menjadi tidak dapat melanjutkan kerjanya padahal tidak menjadi beban keuangan negara. Selain itu, mempersoalkan syarat usia tidak dilarang oleh UUD 1945, karena tidak diaturnya batas usia jabatan notaris secara eksplisit,” tegasnya. ***