KARAWANG-Sinfonews.com
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, mulai 2017 pengelolaan dan kewenangan pendidikan sekolah tingkat SMA dan SMK di Pemerintah Kabupaten dan Kota, diambil alih oleh Pemerintah Provinsi.
Peralihan kewenangan SMA/SMK dari Kabupaten/Kota ke Provinsi, tak pelak menimbulkan permasalahan di masyarakat secara luas, tak terkecuali di Kabupaten Karawang. Masih banyak sekali masyarakat yang belum mengetahui atau memahami tentang peralihan kewenangan tersebut, sehingga menimbulkan gejolak ketika adanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Tahun ajaran yang baru. Semisal biaya dan lain sebagainya, karena sebelumnya yang masyarakat ketahui, biaya pendidikan sepenuhnya di tanggung oleh Pemerintah, dalam bentuk APBD II Kabupaten.
Dalam ini, tugas para Kepala Sekola di tingkat SMA/SMK untuk mensosialisasikan kepada masyarakat, khususnya orang tua wali murid, dengan bahasa yang mudah di cerna dan secara komprehensif, bahwa sudah tidak ada lagi kewenangan Kabupaten/Kota. Bukan seperti yang di utarakan oleh Wawan Cakra Kepala Sekolah SMKN 1 Rengasdengklok, yang menyampaikan bahwa Bupati sudah tidak membantu dalam bentuk subsidi pendidikan tingkat SMA/SMK. Jadi yang di cerna oleh wali murid SMKN 1 Rengasdengklok, hal demikian seolah – olah merupakan kebijakan internal Kabupaten Karawang atas inisiatif Bupati Karawang, padahal ini merupakan kebijakan Pemerintah Pusat.
Pengelolaan SMA/SMK tetap menjadi kewenangan Pemprov. Hal ini menjadi simpulan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi nomor perkara 31/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh sejumlah warga Surabaya, Jawa Timur.
Pemohon ingin agar pengelolaan SMA/SMK menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten. Sementara, dalam pasal yang digugat, yakni Pasal 15 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menyiratkan bahwa kewenangan tersebut ada pada Pemprov.
Dalam pertimbangannya, MK mengacu pada putusan Nomor 30/PUU-XIV/2016. Dalam putusan itu telah di pertimbangkan mengenai kriteria pemberian kewenangan urusan pemerintahan konkuren kepada Provinsi atau Kabupaten/Kota atau tetap di pegang oleh pemerintah pusat berdasarkan prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas serta kepentingan strategis nasional.
Hal itu, menurut Lili Sajili, tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana alasan Pemohon.
“Putusan MK atas uji materi ini tidak utuh di sepakati oleh 9 (sembilan) hakim konstitusi. Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan pendapat berbeda (dessenting opinion),” jelas Lili Sajili
Menurut Lili, pengelolaan pendidikan SMA/SMK dapat dilakukan tidak hanya oleh Pemprov tetapi juga oleh Pemkab, asalkan daerah tersebut sudah mampu memberikan jaminan penyelenggaraan pendidikan.
Lili Sajili menambahkan perpindahan kewenangan dari pemprov ke pemkab juga sejalan dengan tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang di dalamnya mendorong, mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, peningkatan pelayanan, dan peran masyarakat.
“Kewenangan pengelolaan pendidikan menengah dapat di lakukan bukan hanya oleh Pemerintah Daerah Provinsi melainkan juga Pemerintah Kabupaten/Kota yang sudah mampu secara mandiri melaksanakan jaminan pendidikan sampai tingkat menengah di daerahnya, Oleh karena itu seharusnya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan,” kata Lili Sajili
Selanjutnya menurut Lili, statment Kepala Sekolah SMKN 1 Rengasdengklok tersebut, telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat, khususnya wali murid SMKN 1 Rengasdengklok, sehingga menyalahkan Bupati.
“Saya memprotes atas statment Kepala Sekolah SMKN 1 Rengasdengklok itu, dan meminta agar Kepala Sekolah SMKN 1 Rengasdengklok, segera mengklarifikasinya,” pungkas Lili Sajili Dewan Penasehat (Wanhat) Bupati dan Wakil Bupati Karawang. (RyaSKa)