Scrool Untuk Membaca
banner 325x300
banner 325x300
Purwasuka-Bekasi

Luruskan Narasi Kata “Diculik”  Pada Peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945, Pemkab Karawang Gelar Forum Grup Discussion

74
×

Luruskan Narasi Kata “Diculik”  Pada Peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945, Pemkab Karawang Gelar Forum Grup Discussion

Sebarkan artikel ini
Forum Grup Discussion yang digelar pemda Karawang@2023SINFONEWS.com
Forum Grup Discussion yang digelar pemda Karawang@2023SINFONEWS.com
banner 325x300

Pewarta : SUPRIATNO | Editor : RYAN S KAHMAN

“Momentum Jepang menyerah, menjadi kesempatan melahirkan letupan terpendam selama ratusan tahun, hingga terjadi kemudian, upaya agar segera ” merdeka”  yang digawangi golongan muda dengan menjemput Soekarno dan Hatta, kemudian membawa keduanya dari Jakarta ke Rengasdengklok dan tiba di Rengasdengklok sekira jam 03.00 WIB, jadi bukan istilahnya diculik, sehingga timbulkan kesan yang tak baik,” kata Suyatno.

banner 325x300

KARAWANG | PEMERINTAH Kabupaten Karawang Jawa Barat, di gedung serbaguna Resto Indo Alam Sari Kecamatan Teluk Jambe Timur, menggelar Forum Grup Discussion (FGD), wawasan kebangsaan Jaket Soekarno, penelusuran dan pelurusan peristiwa 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, dalam upaya mengubah narasi Soekarno “diculik” , menghadirkan pemateri, Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang H.Acep Jamhuri, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Irjen Pol (Purn) Drs. Sidarto Danusubroto, Dosen Universitas Negeri Surabaya Dr. Martadi, Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta Dr.Suyatno dan sejarawan Karawang H. Obar Subarja. Kamis 20 Juli 2023 pagi

Dosen Universitas Negeri Surabaya Dr Martadi memaparkan, pihaknya  tidak setuju dengan istilah ” diculik” dalam peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945.

“Jujur saja, sebagai pendidik, kami tidak setuju dengan istilah diculik, karena kesannya tidak baik, menurut sudut pandang kami, peristiwa revolusioner muda Chaerul Saleh, Wikana, dan Soekarni menjemput Soekarno dan Hatta , dari Jalan Menteng 31 Jakarta, menuju Rengasdengklok, Karawang, adalah lebih kepada upaya penyelamatan dan pengamanan,” sebut Martadi.

Kemungkinan, kesan diculik itu hadir, karena salah seorang dari ketiga revolusioner muda, yakni Chaerul Saleh, itu membawa senjata, dan seolah ada upaya ancaman di peristiwa penjemputan itu, ujar Martadi

“Kemungkinan narasi diculik itu, karena sosok Chaerul Saleh ini yang memang dikenal keras dan suka membawa senjata, jadi seolah seperti ada upaya pengancaman,” ungkapnya.

Narasi diculik, juga katanya pernah muncul di salah satu koran di Belanda.

“Penculikan itu juga pernah ditulis jadi judul sebuah koran di Belanda yang mungkin melihat sudut pandang dari sosok ketiga revolusioner muda itu,” kata Martadi.

Senada pernyataan Martadi, Dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta, Dr.Suyatno berujar, peristiwa 16 Agustus 1945 adalah letupan yang terpendam ratusan tahun.

“Momentum Jepang menyerah, menjadi kesempatan melahirkan letupan terpendam selama ratusan tahun, hingga terjadi kemudian, upaya agar segera ” merdeka”  yang digawangi golongan muda dengan menjemput Soekarno dan Hatta, kemudian membawa keduanya dari Jakarta ke Rengasdengklok dan tiba di Rengasdengklok sekira jam 03.00 WIB, jadi bukan istilahnya diculik, sehingga timbulkan kesan yang tak baik,” kata Suyatno.

BACA JUGA : Hadapi Pemilu 2024, Demokrat-Gerindra Sepakat Jaga Stabilitas Politik Nasional

Sementara ditegaskan mantan ajudan Presiden Soekarno yang sejak tahun 2019 hingga sekarang menjadi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Irjen Pol (Purn) Drs.Sidarto Danusubroto,

Pemerintah Karawang agar bisa menghormati jasa besar para pelaku sejarah detik-detik proklamasi peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945.

Nama tokoh pergerakan pemuda pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, tokoh nasional peristiwa Rengasdengklok, 16 Agustus 1945 seperti Chaerul Saleh, Wikana , Singgih, Ahmad Soebardjo, Soekarni meski berada dibelakang layar, namun peran mereka sangat vital dalam membantu Soekarno -Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karenanya sudah selayaknya untuknya diberikan penghargaan oleh pemerintah, tegas Sidarto.

Sidarto pula menyebut, sosok pemilik rumah tempat perundingan menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Djiaw Kie Siong, sebagai tokoh pejuang kemerdekaan yang menurutnya namanya layak diabadikan menjadi nama jalan.

Djiaw Kie Siong adalah tokoh Tionghoa yang bergabung dengan Tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Dari pribadi Djiaw Kie Siong, kita bisa memetik pelajaran berharga sebagai anak bangsa, meski Djiaw Kie Siong bukan pribumi asli, namun sumbangsih dan jasanya bagi perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia sangat besar.

Sidarto menyebut, andai saja nama Djiaw Kie Siong diabadikan menjadi nama jalan, ini akan timbulkan rasa kebhinekaan, masyarakat Tionghoa akan merasa terwakili dan mendapatkan tempat di Karawang,” ujarnya.

Karena Karawang menjadi bagian yang tak dapat terpisahkan dari peristiwa detik-detik Proklamasi RI Agustus 1945, maka Pemerintah Kabupaten Karawang sepertinya penting mengapresiasi keberadaan nama tokoh – tokoh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia di daerahnya” tandas pria kelahiran Yogyakarta 11 Juni 1936, ajudan terakhir Presiden Soekarno dari Kepolisian, saat peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru tahun1967-1968.

Irjen Pol. (Purn) Sidarto, tahun 1988 -1991 menjadi Kapolda Jawa Barat. Tahun 2014 – 2019 menjadi anggota DPR. Tahun 2019, hingga sekarang anggota Dewan Pertimbangan Presiden ( Wantimpres) RI .

Forum Grup Discussion, menorehkan catatan, Pemerintah Karawang merekomendasikan kepada pemerintah pusat, agar narasi kata ” diculik” pada detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945 diubah menjadi kata ” penyelamatan dan pengamanan”. ***

Print Friendly, PDF & Email
banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *