Pewarta : BANG SINFO | Editor : RYAN S KAHMAN
“Hal ini diharapkan berdampak janji politik ketika kampanye dapat terealisasi, dengan mengeluarkan kebijakan pro terhadap rakyat dan Apabila anggota legislatif tidak merealisasikan janji politik ketika kampanye, konsekuensinya ia akan ditinggalkan oleh para pemilih di pemilu berikutnya,” sambungnya
KARAWANG | POLEMIK sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka atau tertutup dinilai berpengaruh pada bakal calon legislatif (bacaleg). Sejumlah bacaleg dinilai ragu mendaftar akibat polemik tersebut.
Kini Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus gugatan sistem pemilu proporsional terbuka dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, alam putusannya, MK menolak permohonan gugatan terkait sistem Pemilu tersebut dan menyatakan Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Menanggapi keputusan MK, Politisi PDI Perjuangam yang juga Bacaleg DPR RI Dapil Jawa Barat VII H. Totot Suripto mengatakan, publik harus menghormati setiap keputusan dari MK yang hari ini telah memutuskan tetap menggunakan sistem pemilu legislatif dengan proporsional terbuka, atau suara anggota legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak.
“Meskipun kita tidak menutup mata sistem tersebut masih terdapat kekurangan, tetapi seiring berjalannya waktu pelan dan pasti kita harus memperbaiki segala kekurangan itu,” ucapnya ketika dimintai pendapatnya oleh awak media terkait putusan MK soal gugatan Pemilu, Kamis 15 Juni 2023
Dikatakannya, sistem proporsional terbuka memiliki beberapa dampak positif bagi keberadaan partai politik khususnya terkait demokrasi internal, kelembagaan dan pelaksanaan fungsi partai politik. Sistem ini jauh dari anggapan akan melemahkan partai politik.
“Sebaliknya sistem ini berpeluang besar dalam mempertahankan demokrasi internal partai dan menguatkan kelembagaan partai serta mendorong pelaksanaan fungsi-fungsi partai politik,” tambahnya
Terkait dengan demokrasi internal sambungnya, sistem proporsional terbuka memberikan peluang kader-kader partai politik untuk tetap memiliki daya tawar yang baik dari kecenderungan pemaksaan elit atau pimpinan partai. Keberhasilan seorang kader membangun hubungan baik dengan konstituennya maka dia memiliki daya tawar untuk tidak mudah disingkirkan dari daerah pemilihan (dapil)-nya. Pergantian begitu saja seseorang dalam sebuah dapil apalagi dengan kader yang jauh tidak dikenal masyarakat akan membawa risiko menurunnya jumlah dukungan dan kursi partai di daerah itu.
“Oleh sebab itu dalam situasi ini kader tetap bisa bersikap kritis demi kebaikan partai tanpa khawatir akan tersingkir dari dapil atau posisinya di partai,” terang Toto Suritpto