Karawang-Sinfonews.com
Sebuah kebijakan strategis yang dikeluarkan oleh seorang pejabat publik, seperti Kepala Daerah yang berdampak luas terhadap kehidupan orang banyak atau masyarakat. Tentu harus menjadikan dampak positif bagi masyarakat, artinya kebijakan yang pro rakyat.
Dalam hal ini, secara tekhnis, biasanya seorang Pimpinan tidak begitu mengerti, apa bila tidak ada penjelasan terlebih dahulu dari staf dibawahnya yang memang mengerti secara tekhnis, dan staf dibawahnya harus benar – benar mendetail dalam memberikan paparan terhadap Pimpinan, paparan atau penyampain bukan terkait dampak positifnya saja, termasuk dampak negatifnya juga.
Hal tersebut disampaikan tokoh Karawang, Lili Sajili yang Sinfonews.com berhasil temui di rumahnya, saat dimintai pendapatnya mengenai perubahan status PDAM Tirta Tarum menjadi Perseroan, mengatakan Perubahan status hukum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtatarum Karawang.
“Dari awal saya selalaubikuti namun tahapan prosesnya saja ada langkah yang tidak sesuai, yakni soal Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang hanya didasari kajian akademik saja,” ungkap Lili Sajili, Rabu 08/08-2017
Seharusnya menrut Lili disamping kajian akademik perlu juga didasari oleh kajian internal Dewan Pengawas. Kajian Dewan Pengawas lebih jelas, bukan hanya kajian dari sisi Yuridisnya saja, melainkan secara menyeluruh.
Selanjutnya Lili menjelaskan bahwa Perubahan status hukum PDAM Tirtatarum menjadi Perseroan Terbatas, tidak seharusnya terjadi. Karena kita harus belajar dari pengalaman, contoh kecil yang terjadi dimasa lalu, yaitu PT. WATS Cikampek, dimana persoalan tersebut dialami oleh PDAM Tirtatarum. Walau pun pada waktu itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang menempuh upaya hukum, namun Pemkab harus gigit jari, karena kalah dalam proses hukum. Contoh besar ditingkat Nasional adalah Indosat, ketika sudah ada ditangan swasta, maka sulit kembali ke Negara
“Hal seperti tadi itu jangan terjadi lagi dengan kasus sekarang pada PDAM Tirta Tarum, “ jelasnya.
Disini kita jangan merasa bahwa ada pembagian kepemilikan saham, dengan hitungan persentase Pemerintah 51% dan pihak swasta sebagai investor 49% menjadi jaminan. Ini persoalan uang rakyat, karna aset yang dimiliki oleh PDAM merupukan uang rakyat, dan semangat dibangunnya PDAM pada Tahun 1978 adalah untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat, bukan untuk profit oriented.
Yang lebih membingungkan lagi soal perubahan status hukum PDAM Tirta Tarum, adalah ketika ada informasi bahwa status Perseroan tersebut tidak melekat secara khusus pada PDAM, tapi berbentuk Corporate, artinya Corporate ini badan usaha yang membawahi anak perusahaan dibawahnya. Jadi perusahaan yang membawahi semua BUMD yang dimiliki oleh Pemkab Karawang.
“Perubahan statsus PDAM Tirta Tarum bukanlah solusi, tapi alasan menjadi corporate itu membingungkan,” kata tokoh masyarakat Karawang ini.
Lalu Lili Sajili menambahkan meskipun sebenarnya corporate adalah salah satu bentuk perusahaan, tetapi ada perbedaan secara common sense. Kata “perusahaan” biasanya digunakan untuk mendeskripsikan satu entitas perusahaan tanpa mengikutsertakaan asumsi adanya anak perusahaan. Sedangkan kata “korporat” biasanya digunakan untuk mendeskripsikan satu entitas perusahaan dengan mengasumsikan adanya anak perusahaan yang dimiliki perusahaan tersebut. ( Ryaska )