“Bahwa peristiwa ini menjadi catatan serius bagi Karawang sebagai kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Ia mendorong segera dibentuknya Tim Pencari Fakta Independen yang melibatkan lintas sektor, seperti Dinas Kesehatan, Disnaker, Pengawas Ketenagakerjaan, tim ahli medis, dan K3, termasuk dari LBH Cakra”
KARAWANG | ANGIN segar pengungkapan misteri di balik kematian Kintan Juniasari, karyawati PT Chang Shin Indonesia (CSI), berhembus kencang di Ruang Rapat I DPRD Kabupaten Karawang pada Jumat 02 Mei 2025.
Komisi IV DPRD Kabupaten Karawang menggelar rapat dengar pendapat (RDP) yang menghadirkan keluarga korban dan LBH Cakra, manajemen PT CSI, manajemen RS Fikri Medika, BPJS Ketenagakerjaan, serta UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah II Karawang.
RDP yang dipimpin oleh Ketua Komisi IV, H. Asep Junaedi, bersama jajarannya, termasuk H. Asep Syaripudin, H. Dede Anwar Hidayat, Hj. Saidah Anwar, H. M. Imron Choeru, Neneng Siti Fatimah, Didin Sirojudin, serta didampingi Wakil Ketua III Tatang Taufik, fokus membahas kronologi tindakan medis terhadap Kintan.
Kronologi Versi RS Fikri Medika dan Kejanggalan
Pihak RS Fikri Medika memaparkan bahwa Kintan masuk rumah sakit pada Sabtu (12/4/2025) sekitar pukul 09.00 WIB. Korban diminta untuk tidak makan dan minum karena akan dilakukan operasi pada luka jarinya sekitar pukul 15.00 WIB. Kintan kemudian masuk ruang penerimaan pukul 14.30 WIB dengan status terakhir makan dan minum pukul 10.00 WIB.
Dokter anestesi melakukan tindakan induksi sekitar pukul 16.00 WIB. Setelah dokter operator, dokter anestesi, dan perawat memastikan lokasi fracture dengan mengecek hasil X-ray, operasi dimulai sesuai prosedur open reduction, skin flap, dan repair nail bed.
Pukul 16.50 WIB, pasien langsung dipindahkan ke ruangan pemulihan. Namun, pada pukul 17.04 WIB, Kintan tiba-tiba muntah dan mengeluarkan cairan bening dari mulut serta hidung (versi keluarga: dari hidung korban keluar darah cukup banyak). Dokter anestesi dan perawat segera melakukan tindakan resusitasi.
Sekitar pukul 18.31 WIB, Kintan dinyatakan meninggal dunia. RS Fikri Medika memperkirakan korban mengalami Aspirasi Respiratorik, yaitu peristiwa masuknya isi lambung (cairan atau padatan) ke dalam saluran pernapasan pasien yang sedang menjalani anestesi. Kondisi ini dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk regurgitasi atau muntah saat pasien tidak sadar, dan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pneumonia aspirasi, gagal napas, bahkan kematian.
Desakan Pembentukan Tim Pencari Fakta Independen
Sekretaris Komisi IV, Asep Syaripudin, menegaskan bahwa peristiwa ini menjadi catatan serius bagi Karawang sebagai kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. Ia mendorong segera dibentuknya Tim Pencari Fakta Independen yang melibatkan lintas sektor, seperti Dinas Kesehatan, Disnaker, Pengawas Ketenagakerjaan, tim ahli medis, dan K3, termasuk dari LBH Cakra.
“Tim ini harus menyelidiki secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Dari lokasi kejadian di perusahaan sampai ke proses penanganan medis di rumah sakit,” ujarnya. Asep menargetkan pembentukan tim ini rampung dalam waktu dekat agar hasil investigasi bisa segera disampaikan ke publik dan menjadi pembelajaran penting ke depan.
“Jangan sampai kasus ini berlarut-larut tanpa kejelasan. Ini bukan hanya menjadi perhatian masyarakat Karawang, tapi juga nasional. Kita harus menjunjung transparansi dan menjadikan keselamatan kerja sebagai prioritas utama,” tegasnya.
Kejanggalan Prosedur Medis dan Komitmen LBH Cakra
Kuasa hukum keluarga korban dari LBH Cakra, Joko Arisyanto, menilai adanya sejumlah kejanggalan dalam tindakan medis yang dilakukan RS Fikri Medika. Pihak rumah sakit menyatakan telah meminta persetujuan keluarga dan mengantongi surat pernyataan yang ditandatangani sebelum operasi. Namun, keluarga korban mengaku tidak mendapat penjelasan detail mengenai isi surat yang diminta untuk ditandatangani, bahkan waktu pelaksanaan operasi pun tidak diinformasikan dengan jelas.
“Ini janggal. Kami melihat banyak keanehan dalam prosedur yang dijalankan rumah sakit,” ujar Joko.
Ia menambahkan, pemaparan pihak rumah sakit di forum RDP hanya bersifat normatif, tanpa penjelasan rinci terkait Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun tahapan pelaksanaan operasi yang mengakibatkan Kintan meninggal dunia.
LBH Cakra menyambut baik dorongan DPRD Karawang untuk segera membentuk Tim Independen Pencari Fakta.
“Dengan dibentuknya tim ini, kita bisa mendapatkan gambaran yang objektif tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kita tidak ingin ada pengaburan fakta atau bahkan pemalsuan informasi terkait penyebab kematian almarhumah Kintan,” pungkas Joko.
Apakah pembentukan tim independen ini akan membawa titik terang bagi keluarga Kintan dan menjadi momentum perbaikan prosedur keselamatan kerja di Karawang?.***