PURWAKARTA, SINFONEWS.com
“Rasionalitas, harus menjadi pijakan utama penentuan kriteria pemilih. Variabel ini tidak dipunyai oleh orang yang mengalami disabilitas mental. Karena itu, pihaknya meminta KPU mencabut PKPU No 11 Tahun 2018 yang menjadi dasar hukum kebijakan itu”
KETUA Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf Jawa Barat Dedi Mulyadi merasa aneh dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum. Keputusan itu terkait membolehkan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) untuk mencoblos tanpa surat keterangan dokter.
Menurut Dedi, dirinya tidak setuju atas pemberlakuan kebijakan tersebut. Pasalnya, ikhtiar memaksimalkan hak pilih orang waras saja belum terlaksana dengan baik. Apalagi jika ditambah dengan meminta orang tidak waras untuk memilih.
“Saya sampaikan ke KPU soal ketidaksetujuan saya ini. Orang waras saja belum tentu menggunakan hak pilihnya, apalagi ini orang gila. Saya kok merasa aneh. Semua pihak harus waras menyikapi ini,” kata Dedi di Purwakarta.
Rasionalitas, kata Ketua DPD Golkar Jabar itu, harus menjadi pijakan utama penentuan kriteria pemilih. Variabel ini tidak dipunyai oleh orang yang mengalami disabilitas mental. Karena itu, pihaknya meminta KPU mencabut PKPU No 11 Tahun 2018 yang menjadi dasar hukum kebijakan itu
“PKPU itu harus dicabut karena bertentangan dengan seluruh aspek kewarasan dalam pemilu. Syaratnya kan harus warga negara yang sehat jasmani dan ruhani. Kalau ODGJ, ruhani mereka sedang tidak sehat. Karena itu, tidak memenuhi syarat,” katanya.
Mantan birokrat dengan latar belakang pendidikan hukum itu juga menjelaskan aspek lain. Menurut dia, hukum tidak bisa menyeret orang gila ke meja hijau. Sebab, kepadanya tidak melekat hak dan kewajiban yang berada dalam sebuah hukum positif di Indonesia.
“Ya kan orang gila mah gak bisa kita bawa ke muka hukum. Tidak ada hak dan kewajiban hukum bagi mereka,” ujarny
Bukan Penyandang Disabilitas
Dedi juga mengingatkan KPU agar tidak memasukan orang gila ke dalam golongan penyandang disabilitas. Pasalnya, orang gila memiliki kesempurnaan fisik. Kekurangan mereka hanya dari aspek mental. Mentalitas inilah yang menjadi pijakan dasar warga negara dalam menentukan hak pilih.
“Memilih itu kan persoalan jiwa. Jadi, kalau ada gangguan dalam jiwanya, saya kira hak memilih itu menjadi gugur,” ucapnya.
Jika KPU bersikeras dengan keputusannya, Dedi meminta agar orang gila juga diberikan hak untuk dipilih. Hal ini agar pemenuhan hak dan kewajiban menjadi merata dan tidak menumpuk di salah satu golongan warga negara yakni orang waras.
“Kalau punya hak memilih, kenapa orang gila gak punya hak dipilih juga?. Itu harus adil loh, biar sekalian,” ujarnya sambil berseloroh.
Laporan : RoedSinfo