KARAWANG-Sinfonews.com
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, mulai 2017 pengelolaan dan kewenangan pendidikan sekolah tingkat SMA dan SMK di Pemerintah Kabupaten dan Kota, diambil alih oleh Pemerintah Provinsi. Menanggapi hal tersebut, sudah tentu masalah yang akan timbul dalam alih wewenang ini. Pertama, akan adanya kerawanan dalam dugaan pungutan liar di SMA/SMK. Pasalnya banyak kabupaten dan kota yang sudah menggratiskan SMA/SMK.
Terbukti, sejumlah orang tua di Kecamatan Ciampel yang mempunyai anak bersekolah di SMA Negeri 1 Ciampel, banyak yang mengeluh pasalnya ada sumbangan yang mencapai 2,7 juta. Keluhan orang tua murid tersebut disampaikan ke DPRD Kab. Karawang.
Menurut, Mohammad Tamami orang tua murid SMAN I Ciampel, mengatakan keluhan disampaikan ke DPRD, dikarenakan pada rapat komite sekolah manajemen SMAN I Ciampel, belum ada kesepakatan besarnya nominal untuk sumbangan pendidikan tersebut.
“Itu belum disetujui semua oleh orang tua siswa dalam rapat dengan komite sekolah dan pihak sekolah,” ungkap Mohammad Tamami, Sabtu (09/09)
Tamami menambahkan, dalam rapat itu orang tua siswa terkesan dipaksa untuk memberikan sumbangan pendidikan sebesar Rp 2,7 juta per orang.
Kepala Sekolah SMAN 1 Ciampel, Tri Setyowati Dyah mengatakan, bahwa tahun lalu ada bantuan dari Pemkab Karawang, sebesar Rp 1 juta. Tapi tahun ini SMA itu sudah diambil alih oleh provinsi jadi bantuan dari pemerintah daerah sudah tidak ada lagi, untuk menutupi kekurangan biaya pendidikan pihak sekolah dan komite sekolah meminta sumbangan kepada para orang tua siswa
“Tahun ini pihaknya mendapat bantuan pendidikan dari pemerintah pusat sebesar Rp1,2 juta untuk satu orang siswa dan dari provinsi sebesar Rp 700 ribu,” tutur Tri
Tri, melanjutkan dari hasil rapat tersebut kesimpulannya para orang tua siswa agar bisa ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan
“Dalam rapat itu dihasilkan jika orang tua siswa menyumbang bsebesar Rp 250 ribu perbulan untuk setiap siswa, selama satu tahun” katanya.
Sumbangan partisipasi pendidikan ini bukan tanpa dasar, sebab kewenangan SMA itu sudah diambil alih oleh provinsi. Dan pendidikan yang digratiska yaitu SD dan SMP, sementara SMA harus ada partisipasi dari masyarakat.
“Untuk masyarakat tidak mampu asal memberikan Surat Tanda Tidak Mampu (SKTM) dari Desa. Kami juga tidak meminta sumbangan,”pungkasnya
Sementara itu ditempat terpisah Humas LSM. Gerakan Solidaritas Masyarakat Bersatu (GSMB) Dadang Aripudin menjelaskan yang namanya sumbangan itu tidak ditentukan jumlah nominalnya, jika pihak sekolah dan komite sekolah sudah menentukan besarnya nominal itu bukan sumbangan tetapi pungutan liar.
“Jelas, itu namanya pungli, karena ditentukan besaran nominalnya,” jelas Dadang (RyaSKa)